A.
Pengertian
Program dan Evaluasi Program
Ada tiga istilah yang digunakan dan disepakati
pemakaiannya, sebelum disampaikan uraian lebih jauh tentang evaluasi program,
yaitu “evaluasi” (evaluation), “pengukuran” (measurement), dan
“penilaian” (assessment). Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa
Inggris). Istilah “penilaian” merupakan kata benda dari “nilai”. Pengertian
“pengukuran” mengacu pada kegiatan membandingkan sesuatu hal dengan satuan
ukuran tertentu, sehingga sifatnya menjadi kuantitatif.
Dalam kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary of
Current English (AS Hornby, 186) evaluasi adalah to find out, decide the
amount or value yang artinya suatu upaya untuk menentukan nilai atau
jumlah. kegiatan evaluasi harus dilakukan secara hati-hati, bertanggung jawab,
menggunakan strategi dan dapat dipertanggungjawabkan.
Suchman (1961 dalam Anderson, 1975) evaluasi sebagai
sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang
direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Worthen dan Sanders (1973
dalam Anderson, 1971) bahwa evaluasi adalah kegiatan mencari sesuatu yang
berharga tentang sesuatu; dalam mencari sesuatu tersebut, juga termasuk mencari
informasi yang bermanfaat dalam menilai keberadaan suatu program, produksi,
prosedur, serta alternatif strategi yang diajukan untuk mencapai tujuan yang
sudah ditentukan. Stufflebeam (1971, dalam Fernandes 1984) evaluasi merupakan
proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat
bagi pengambil keputusan dalam menentukan altematif keputusan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya
sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan
alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan.Sampai dengan kira-kira
tahun 1974 masyarakat masih menganggap bahwa evaluasi pendidikan terbatas
pengertiannya pada penilaian hasil belajar. Dasar pemikiran yang digunakan
adalah bahwa pendidikan merupakan upaya memberikan satu perlakuan pembelajaran
kepada peserta didik. Dapat diasumsikan bahwa di antara pembelajaran dengan
hasil belajar merupakan hubungan lurus atau linier.
Hubungan linier antara pembelajaran dengan hasil belajar
Ada hal lain yang juga berpengaruh dan menentukan tinggi
rendahnya prestasi belajar peserta didik, yaitu :
- Keadaan fisik dan psikis siswa, yang ditunjukkan oleh IQ (kecerdasan intelektual), EQ (kecerdasan emosi), kesehatan, motivasi, ketekunan, ketelitian, keuletan, dan minat.
- Guru yang mengajar dan membimbing siswa, seperti latar belakang penguasaan ilmu, kemampuan mengajar, perlakuan guru terhadap siswa.
- Sarana pendidikan, yaitu ruang tempat belajar, alat-alat belajar, media yang digunakan guru, dan buku sumber belajar.
Hubungan antara pembelajaran dengan hasil atau prestasi
siswa bukan hanya bersifat garis lurus, tetapi bisa bercabang dari
faktor-faktor lain. Misalnya, faktor siswa, guru dan sarana belajar yang
berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Secara umum, “program” dapat
diartikan sebagai “rencana” Jika seorang siswa ditanya oleh guru, apa
programnya sesudah lulus dalam menyelesaikan pendidikan di sekolah yang diikuti
maka arti “program” dalam kalimat tersebut adalah rencana atau rancangan
kegiatan yang akan dilakukan setelah lulus. Dikaitkan dengan evaluasi program
maka program didefinisikan sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang
merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam
proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang
melibatkan sekelompok orang.
Menurut Fernandes (1984), pemikiran secara serius tentang
evaluasi program dimulai sekitar tahun delapan puluhan. Sejak tahun 1979-an
telah terjadi perkembangan sehubungan dengan konsep-konsep yang berkenaan
dengan evaluasi program, sebagai contoh teori yang dikemukakan oleh Cronbach
(1982 dalam Fernandes 1984) tentang pentingnya sebuah rancangan dalam kegiatan
evaluasi program.
Ralph Tyler, yang mengatakan bahwa evaluasi program
adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah dapat
terealisasikan (Tyler, 1950). Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971)
mengemukakan bahwa evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk
disampaikan kepada pengambil keputusan. The Standford Evaluation Consortium
Group menegaskan bahwa meskipun evaluator menyediakan informasi, evaluator
bukanlah pengambil keputusan tentang suatu program (Cronbach, 1982).
Ronal G. Schnee (1977 dalam Gilbert Sax, 1975) mengatakan
bahwa karena alasan politik dan sosial evaluator program sering dihadapkan pada
sebuah dilema pertimbangan etis. Dari hasil penelitiannya Schnee
menyimpulkan adanya sebelas isu, yaitu
1.
Otonomi,
Isu ini terkait dengan sikap personel yang terlibat dalam program, misalnya
guru dan kepala sekolah.
2.
Hubungan
dengan klien, Isu ini menyangkut evaluator ketika melaksanakan evaluasi harus
bekerja sama dengan klien, yaitu orang-orang yang ada di dalam program.
3.
Kenyataan
politik dan konteks sosial, Dalam mengevaluasi program evaluator tidak boleh
mengabaikan kejadian politik dan sosial, agar hasil kerja evaluasi dapat
bermanfaat.
4.
Nilai
yang dimiliki evaluator, Dalam melaksanakan evaluasi tidak mungkin evaluator
dapat melepaskan diri dari nilai-nilai yang dianut dan dijadikan pedoman
hidupnya.
5.
Pemilihan
rancangan dan metodologi, Untuk memperoleh hasil yang maksimal dari kerja
evaluasi, seyogianya evaluator dapat mempertimbangkan berbagai unsur dan
mengadakan kompromi.
6.
Memberikan
kesempatan kepada orang lain untuk menelaah (review) rancangan, Alasan
untuk mengadakan tilik ulang adalah mengurangi adanya bias dan pemborosan.
7.
Kejujuran
mengakui keterbatasan dan hambatan, Laporan evaluasi harus mencantumkan
penjelasan tentang hal-hal yang dihadapi evaluator sebagai akibat adanya
keterbatasan dan hambatan.
8.
Hasil
negatif, Evaluator perlu menyertakan hasil negatif agar data yang dilaporkan
lengkap dan berguna untuk meningkatkan program.
9.
Penyebaran
hasil, Mengingat tujuan evaluasi program adalah mengumpulkan informasi bagi
tindak lanjut program maka hasil evaluasi sangat perlu untuk disebarluaskan.
10.
Perlindungan
dari pelanggaran, Program merupakan hasil kebijakan yang diatur oleh peraturan.
Oleh karena itu, evaluasi tidak boleh melanggar hal yang dilindungi.
11.
Penolakan
terhadap kontrak, Meskipun evaluasi ini penting namun pelaksana program berhak
menolak evaluator dengan alasan yang tepat.
B.
Komponen
dan Indikator Program
Program merupakan sistem. dengan begitu, program terdiri
dari komponen-komponen yang saling berkaitan dan saling menunjang dalam rangka
mencapai suatu tujuan. Komponen program adalah bagian-bagian program yang
saling terkait dan merupakan faktor-faktor penentu keberhasilan program.
komponen-komponen program dapat dipandang sebagai bagian sistem dan dikenal
dengan istilah “subsistem”.
Sebuah sistem, subsistem yang ada saling berkaitan dan
saling mempengaruhi. Sistem itu sendiri berada di dalam sebuah naungan yang
lebih besar yang dikenal dengan istilah “suprasistem”. Dalam suprasistem,
sistem-sistem yang ada di bawah naungannya saling berkaitan dan bekerja sama
menuju pencapaian tujuan suprasistem dimaksud. Sebagai contoh kaitan antara
suprasistem, sistem, dan subsistem dalam dunia pendidikan adalah Departemen
Pendidikan Nasional, sekolah, dan pembelajaran di kelas.
Evaluasi hasil belajar merupakan salah satu di antara
beberapa komponen program pembelajaran. Dengan bertitik tolak pada komponen
tersebut maka evaluasi basil belajar hanya merupakan bagian dari evaluasi
program pembelajaran.
Indikator berasal dari kata dasar bahasa Inggris to
indicate, artinya menunjukkan. Dengan demikian maka indikator berarti alat
penunjuk atau “sesuatu yang menunjukkan kualitas sesuatu”. Maka nilai prestasi
belajar merupakan indikator dari kualitas kecerdasan.
Evaluasi program adalah upaya untuk mengetahui
efektivitas komponen program dalam mendukung pencapaian tujuan program. Untuk
mengetahui seberapa jauh dan bagian mana dari tujuan yang sudah tercapai, dan
bagian mana yang belum tercapai serta apa penyebabnya, perlu adanya evaluasi
program. Tanpa ada evaluasi, keberhasilan dan kegagalan program tidak dapat
diketahui. Evaluasi program adalah upaya untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan
suatu kebijakan secara cermat dengan cara mengetahui efektivitas masing-masing
komponennya.
C.
Manfaat
Evaluasi Program
Dalam organisasi pendidikan, evaluasi program
dapat disamaartikan dengan kegiatan supervisi. Secara singkat, supervisi
diartikan sebagai upaya mengadakan peninjauan untuk memberikan pembinaan maka
evaluasi program adalah langkah awal dalam supervisi, yaitu mengumpulkan data
yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pembinaan yang tepat pula.
Jika supervisi di lembaga pendidikan dilakukan dengan
objek buku-buku dan pekerjaan clerical work maka evaluasi program
dilakukan dengan objek lembaga pendidikan secara keseluruhan. Kebijakan
supervisi yang berlangsung saat ini dapat dikatakan sama dengan evaluasi
program, tetapi sasarannya ditekankan pada kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan pengertian tadi, supervisi sekolah yang
diartikan sebagai evaluasi program, dapat disamaartikan dengan validasi lembaga
dan akreditasi. Evaluasi program merupakan langkah awal dari proses akreditasi
dan validasi lembaga. Evaluasi program pendidikan tidak lain adalah
supervisi pendidikan dalam pengertian khusus, tertuju pada lembaga secara
keseluruhan.
Kegiatan evaluasi sangat berguna bagi pengambilan
keputusan dan kebijakan lanjutan dari program, karena dari masukan hasil
evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan menentukan tidak lanjut
dari program yang sedang atau telah dilaksanakan. Wujud dari basil evaluasi
adalah sebuah rekomendasi dari evaluator untuk pengambil keputusan (decision
maker). Ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan
hasil dalam pelaksanaan sebuah program keputusan, yaitu:
- Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan.
- Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan harapan (terdapat kesalahan tetapi hanya sedikit).
- Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat.
- Menyebarluaskan program (melaksanakan program di tempat-tempat lain atau mengulangi lagi program di lain waktu), karena program tersebut berhasil dengan balk maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan waktu yang lain.
D.
Evaluator
Program
Untuk dapat menjadi evaluator, seseorang harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
- Mampu melaksanakan, persyaratan pertama yang harus dipenuhi oleh evaluator adalah bahwa mereka harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan evaluasi yang didukung oleh teori dan keterampilan praktik.
- Cermat, dapat melihat celah-celah dan detail dari program serta bagian program yang akan dievaluasi.
- Objektif, tidak mudah dipengaruhi oleh keinginan pribadi, agar dapat mengumpulkan data sesuai dengan keadaannya, selanjutnya dapat mengambil kesimpulan sebagaimana diatur oleh ketentuan yang harus diikuti.
- Sabar dan tekun, agar di dalam melaksanakan tugas dimulai dari membuat rancangan kegiatan dalam bentuk menyusun proposal, menyusun instrumen, mengumpulkan data, dan menyusun laporan, tidak gegabah dan tergesagesa.
- Hati-hati dan bertanggung jawab, yaitu melakukan pekerjaan evaluasi dengan penuh pertimbangan, namun apabila masih ada kekeliruan yang diperbuat, berani menanggung risiko atas segala kesalahannya.
Ada dua kemungkinan asal (dari mana) orang untuk
dapat menjadi evaluator program ditinjau dari program yang akan dievaluasi.
Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Evaluator dapat
diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu:
1.
Evaluator
Dalam (Internal Evaluator)
Evaluator dalam adalah petugas evaluasi program yang
sekaligus merupakan salah seorang dari petugas atau anggota pelaksana program
yang dievaluasi. Adapun kelebihan dan kekurangan dari evaluator dalam, yaitu:
Kelebihan:
1)
Evaluator
memahami betul program yang akan dievaluasi sehingga kekhawatiran untuk tidak
atau kurang tepatnya sasaran tidak perlu ada. Dengan kata lain, evaluasi tepat
pada sasaran.
2)
Karena
evaluator adalah orang dalam, pengambil keputusan tidak perlu banyak
mengeluarkan dana untuk membayar petugas evaluasi.
Kekurangan:
1)
Adanya
unsur subjektivitas dari evaluator, sehingga berusaha menyampaikan aspek
positif dari program yang dievaluasi dan menginginkan agar kebijakan tersebut
dapat diimplementasikan dengan baik pula. Dengan kata lain, evaluator internal
dapat dikhawatirkan akan bertindak subjektif.
2)
Karena
sudah memahami seluk-beluk program, jika evaluator yang ditunjuk kurang sabar,
kegiatan evaluasi akan dilaksanakan dengan tergesa-gesa sehingga kurang cermat.
2.
Evaluator
Luar (External Evaluator)
Yang dimaksud dengan evaluator luar adalah orang-orang
yang tidak terkait dengan kebijakan dan implementasi program. Mereka berada di
luar dan diminta oleh pengambil keputusan untuk mengevaluasi keberhasilan
program atau keterlaksanaan kebijakan yang sudah diputuskan. Tim evaluator luar
ini biasa dikenal dengan nama tim bebas atau independent team.
Kelebihan:
1)
Oleh
karena tidak berkepentingan atas keberhasilan program maka evaluator luar dapat
bertindak secara objektif selama melaksanakan evaluasi dan mengambil
kesimpulan.
2)
Seorang
ahli yang dibayar, biasanya akan mempertahankan kredibilitas kemampuannya.
Dengan begitu, evaluator akan bekerja secara serius dan hati-hati.
Kekurangan:
1)
Evaluator
luar adalah orang baru, yang sebelumnya tidak mengenal kebijakan tentang
program yang akan dievaluasi. Mereka berusaha mengenal dan mempelajari
seluk-beluk program tersebut setelah mendapat permintaan untuk mengevaluasi.
Mungkin sekali pada waktu mendapat penjelasan atau mempelajari isi kebijakan,
ada hal-hal yang kurang jelas. Hal itu wajar karena evaluator tidak ikut dalam
proses kegiatannya. Dampak dari ketidakjelasan pemahaman tersebut memungkinkan
kesimpulan yang diambil kurang tepat.
2)
Pemborosan,
pengambil keputusan harus mengeluarkan dana yang cukup banyak untuk membayar
evaluator bebas.
E.
Tujuan
dan Sasaran Evaluasi Program
Pada kajian lalu sudah disimpulkan bahwa program adalah
sebuah kegiatan sebagai implementasi kebijakan. Setiap kegiatan tentu mempunyai
tujuan, demikian juga dengan evaluasi program.
1. Kaitan antara Tujuan Program dengan Tujuan Evaluasi
Program
Secara singkat evaluasi program merupakan upaya untuk
mengukur ketercapaian program, yaitu mengukur sejauh mana sebuah kebijakan
dapat terimplementasikan.
Berikut ini beberapa contoh kegiatan sederhana yang
merupakan program dan yang bukan program.
a.
Kegiatan
membaca, Tujuan kegiatan ini adalah untuk menangkap isi bacaan. Sedangkan
tujuan evaluasi kegiatan adalah untuk mengetahui apakah pembaca dapat menangkap
isi bacaan yang dibaca.
b.
Program
seminar, Tujuan program ini adalah untuk membahas sesuatu topik di dalam forum
peserta seminar. Sedangkan tujuan evaluasi program ini adalah untuk mengetahui
(melalui pengumpulan data) apakah topik yang diajukan dalam seminar sempat
dibahas, dan apakah peserta seminar mempunyai kesempatan untuk membahas topik
yang diajukan dalam forum seminar.
c.
Program
usaha kesehatan sekolah (UKS), Tujuan program ini adalah untuk mengatasi
masalah kesehatan siswa dan personel lain di sekolah yang bersangkutan.
Sedangkan tujuan evaluasi programnya adalah untuk mengumpulkan informasi
tentang tertanganinya masalah kesehatan di sekolah, antara lain untuk
mengetahui apakah Iayanan yang diberikan oleh UKS memuaskan bagi Para siswa dan
personel sekolah lainnya.
Dari ketiga contoh di atas, dapat ditentukan mana
kegiatan yang merupakan penelitian dan mana yang penelitian tetapi juga
sekaligus evaluasi program. Evaluasi program dilakukan dengan cara yang sama
dengan penelitian. Jadi, evaluasi program adalah penelitian yang mempunyai ciri
khusus, yaitu melihat keterlaksanaan program sebagai realisasi kebijakan, untuk
menentukan tindak lanjut dari program dimaksud.
Keduanya dimulai dari menentukan sasaran (variabel),
membuat kisi-kisi, menyusun instrumen, mengumpulkan data, analisis data, dan
mengambil kesimpulan. Yang membedakan adalah langkah akhirnya. Jika kesimpulan
penelitian diikuti dengan saran maka evaluasi program selalu harus mengarah
pada pengambilan keputusan, sehingga harus diakhiri dengan rekomendasi kepada
pengambil keputusan.
Ada dua macam tujuan evaluasi, yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan pada program secara keseluruhan, sedangkan
tujuan khusus diarahkan pada masing-masing komponen. Agar dapat melakukan tugasnya
maka seorang evaluator program dituntut untuk mampu mengenali komponenkomponen
program.
Untuk mempermudah mengidentifikasi tujuan evaluasi
program, kita harus memperhatikan unsur-unsur dalam kegiatan atau
penggarapannya. Ada tiga unsur penting di dalam kegiatan atau penggarapan suatu
kegiatan, yaitu:
a.
what
= apa yang digarap,
b.
who
= siapa yang menggarap, dan
c.
how
= bagaimana menggarapnya.
2. Sasaran Evaluasi Program
Untuk menentukan sasaran evaluasi, evaluator perlu
mengenali program dengan baik, terutama komponen-komponennya. Karena yang
menjadi sasaran evaluasi bukan program secara keseluruhan tetapi komponen atau
bagian program.
Tujuan umum harus dijabarkan menjadi tujuan khusus maka
sasaran evaluator diarahkan pada komponen agar pengamatannya dapat lebih cermat
dan data yang dikumpulkan lebih lengkap. Untuk itulah maka evaluator harus
memiliki kemampuan mengidentifikasi komponen program yang akan dievaluasi.
F.
Kriteria Evaluasi Program
1. Pengertian Kriteria
Istilah “kriteria” dalam penilaian sering juga dikenal
dengan kata “tolok ukur” atau “standar”. Dari nama-nama yang digunakan tersebut
dapat segera dipahami bahwa kriteria, tolok ukur, atau standar, adalah sesuatu
yang digunakan sebagai patokan atau batas minimal untuk sesuatu yang diukur.
2. Mengapa Perlu Ada Kriteria?
Kriteria atau tolok ukur perlu dibuat oleh evaluator
karena evaluator terdiri dari beberapa orang yang memerlukan kesepakatan di
dalam menilai. Selain alasan sederhana tersebut, ada beberapa alasan lain yang
lebih luas dan dapat lebih dipertanggungjawabkan, yaitu
a.
Evaluator
dapat lebih mantap dalam melakukan penilaian terhadap objek yang akan dinilai
karena ada patokan yang diikuti.
- Dapat digunakan untuk menjawab atau mempertanggungjawabkan hasil penilaian yang sudah dilakukan, jika ada orang yang ingin menelusuri lebih jauh atau ingin mengkaji ulang.
- Untuk mengekang masuknya unsur subjektif yang ada pada diri penilai. Dengan adanya kriteria maka dalam melakukan evaluasi, evaluator dituntun oleh kriteria, mengikuti butir demi butir, tidak mendasarkan diri atas pendapat pribadi (yang mungkin sekali “dikotori” oleh seleranya).
- Hasil evaluasi akan sama meskipun dilakukan dalam waktu yang berbeda dan dalam kondisi fisik penilai yang berbeda pula. Misalnya penilai sedang dalam kondisi badan yang masih segar atau dalam keadaan lelah hasilnya akan sama.
- Memberikan arahan kepada evaluator apabila banyaknya evaluator lebih dari satu orang. Kriteria atau tolok ukur yang balk akan ditafsirkan sama oleh siapa saja yang menggunakannya.
3. Apa Dasar Pembuatan Kriteria?
Kriteria atau tolok ukur sebaiknya dibuat bersama, dan
sebaiknya dibuat oleh orang-orang yang akan menggunakannya, yaitu calon
evaluator, dengan maksud agar pada waktu menerapkannya tidak ada masalah karena
mereka sudah memahami, bahkan tahu apa yang melatarbelakanginya.
a.
Sumber Pertama
Apabila yang dievaluasi merupakan suatu implementasi kebijakan
maka yang dijadikan sebagai kriteria atau tolok ukur adalah peraturan atau
ketentuan yang sudah dikeluarkan berkenaan dengan kebijakan yang bersangkutan.
Apabila penentu kebijakan tidak mengeluarkan ketentuan secara khusus maka
penyusun kriteria menggunakan ketentuan yang pernah berlaku umum yang sudah
dikeluarkan oleh pengambil kebijakan terdahulu dan belum pernah dicabut masa
berlakunya.
b.
Sumber Kedua
Dalam mengeluarkan kebijakan biasanya disertai dengan
buku pedoman atau petunjuk pelaksanaan (juklak). Di dalam juklak tertuang
informasi yang lengkap, antara lain dasar pertimbangan dikeluarkannya
kebijakan, prinsip, tujuan, sasaran, dan rambu-rambu pelaksanaannya.
Butir-butir yang tertera di dalamnya, terutama dalam tujuan kebijakan,
mencerminkan harapan dari kebijakan. Oleh karena itu, pedoman atau petunjuk
pelaksanaan itulah yang distatuskan sebagai sumber kriteria.
c.
Sumber Ketiga
Apabila tidak ada ketentuan atau petunjuk pelaksanaan
yang dapat digunakan oleh penyusun sebagai sumber kriteria maka penyusun
menggunakan konsep atau teori-teori yang terdapat dalam buku-buku ilmiah.
d.
Sumber Keempat
Jika tidak ada ketentuan, peraturan atau petunjuk
pelaksanaan, dan juga tidak ada teori yang diacu, penyusun disarankan untuk
menggunakan hasil penelitian. Dalam hal ini sebaiknya tidak langsung mengacu
pada hasil penelitian yang Baru saja diselesaikan seorang peneliti (apalagi
peneliti pemula), tetapi disarankan sekurang-kurangnya hasil penelitian yang
sudah dipublikasikan atau diseminarkan. Jika ada, yang sudah disajikan kepada
orang banyak, yaitu disimpan di perpustakaan umum.
e.
Sumber Kelima
Apabila penyusun tidak menemukan acuan yang tertulis dan
mantap, dapat minta bantuan pertimbangan kepada orang yang dipandang mempunyai
kelebihan dalam bidang yang sedang dievaluasi sehingga terjadi langkah yang
dikenal dengan expert judgment.
f.
Sumber Keenam
Apabila sumber acuan tidak ada, sedangkan ahli yang dapat
diandalkan sebagai orang yang lebih memahami masalah dibanding penyusun juga
sukar dicari atau dihubungi maka penyusun dapat menentukan kriteria secara
bersama dengan anggota tim atau beberapa orang yang mempunyai wawasan tentang
program yang akan dievaluasi. Perbedaan cara ini dengan expert judgment adalah
bahwa seorang expert tentunya memiliki keahlian yang menonjol, sedangkan
kelompok yang diundang dalam diskusi ini tidak harus yang sangat mempunyai
kemampuan lebih. Kriteria atau tolok ukur yang tersusun dari diskusi ini
merupakan hasil kesepakatan kelompok.
g.
Sumber Ketujuh
Dalam keadaan yang sangat terpaksa karena acuan tidak
ada, ahli juga tidak ada, sedangkan untuk menyelenggarakan diskusi terlalu
sulit makajalan terakhir adalah melakukan pemikiran sendiri. Dalam keterpaksaan
seperti ini penyusun kriteria atau tolok ukur hanya mengandalkan akal atau
nalar penyusun sendiri sebagai dasar untuk menyusun kriteria yang akan
digunakan dalam mengevaluasi program. Jika ternyata sesudah digunakan dalam
mengevaluasi masih menjumpai kesulitan, penyusun harus meninjau kembali dan
wajib memperbaikinya berkali-kali sampai mencapai suatu rumusan yang sesuai
dengan kondisi yang diinginkan.
4. Cara Menyusun Kriteria
Secara garis besar ada dua macam kriteria, yaitu kriteria
kuantitatif dan kriteria kualitatif.
a.
Kriteria Kuantitatif
Kriteria kuantitatif sendiri dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu (1) kriteria tanpa pertimbangan dan (2) kriteria dengan pertimbangan.
1)
Kriteria
kuantitatif tanpa pertimbangan
Kriteria yang disusun hanya dengan memperhatikan
rentangan bilangan tanpa mempertimbangkan apa-apa dilakukan dengan membagi
rentangan bilangan.
Contoh:
Kondisi maksimal yang diharapkan untuk prestasi belajar
diperhitungkan 100%. Jika penyusun menggunakan lima kategori nilai maka antara
1% dengan 100% dibagi rata sehingga menghasilkan kategori sebagai berikut.
a)
Nilai
5 (Baik Sekali), jika mencapai 81 — 100%
b)
Nilai
4 (Baik), jika mencapai 61 — 80%
c)
Nilai
3 (Cukup), jika mencapai 41 — 60%
d)
Nilai
2 (Kurang), jika mencapai 21- 40%
e)
Nilai
1 (Kurang Sekali), jika mencapai < 21%
2)
Kriteria
kuantitatif dengan pertimbangan
Ada kalanya beberapa hal kurang tepat jika kriteria
kuantitaf dikategorikan dengan membagi begitu solo rentangan yang ada menjadi
rentangan sama rata. Bagaimana menentukan nilai untuk masing-masing huruf
mengacu pada peraturan akademik berdasarkan besarnya persentase pencapaian tujuan
belajar sebagai berikut:
a)
Nilai
A : rentangan 80 — 100%
b)
Nilai
B : rentangan 66 — 79%
c)
Nilai
C : rentangan 56 — 65%
d)
Nilai
D : rentangan 40 — 55%
e)
Nilai
E : kurang dari 40%.
b.
Kriteria Kualitatif
Yang dimaksud dengan kriteria kualitatif adalah kriteria
yang dibuat tidak menggunakan angka-angka. Hal-hal yang dipertimbangkan dalam
menentukan kriteria kualitatif adalah indikator dan yang dikenai kriteria
adalah komponen.
1)
Kriteria
kualitatif tanpa pertimbangan
Dalam menyusun kriteria kualitatif tanpa pertimbangan,
penyusun kriteria tinggal menghitung banyaknya indikator dalam komponen,
yang dapat memenuhi persyaratan.
2)
Kriteria
kualitatif dengan pertimbangan
Kriteria kualitatif dengan pertimbangan disusun melalui
dua cara, yaitu 1) dengan mengurutkan indikator dan 2) dengan menggunakan pembobotan.
a.
Kriteria
kualitatif dengan pertimbangan mengurutkan indikator
Jika penyusun memilih kriteria kualitatif dengan
pertimbangan mengurutkan indikator dengan urutan prioritas maka dihasilkan
kriteria kualitatif dengan pertimbangan sebagai berikut:
a)
Nilai
5, jika memenuhi semua indikator.
b)
Nilai
4, jika memenuhi (b), (c), dan (d) atau (a).
c)
Nilai
3, jika memenuhi salah satu dari (b) atau (c) saja, dan salah satu dari (d)
atau (a).
d)
Nilai
2, jika memenuhi salah satu dari empat indikator.
e)
Nilai
I, jika tidak ada satu pun indikator yang memenuhi.
b.
Kriteria kualitatif dengan pertimbangan
pembobotan
Jika dalam menentukan kriteria dengan perimbangan
indikator, nilai dari tiap-tiap indikator tidak sama, kemudian letak,
kedudukan, dan pemenuhan persyaratannya dibedakan dengan menentukan urutan,
dalam pertimbangan pembobotan indikator-indikator yang ada diberi nilai dengan
bobot berbeda.
Penentuan peranan subindikator dalam mendukung nilai
indikator harus disertai dengan alasan-alasan yang tepat. Cara memperoleh nilai
akhir indikator adalah:
1)
Mengalikan
nilai masing-masing subindikator dengan bobotnya;
2)
Membagi
jumlah nilai subindikator dengan jumlah bobot.
3)
Nilai
Indikator = Jml.bobot subindikator x nilai subindikator
Jumlah bobot
Jika bobot subindikator disingkat BSI, nilai indikator
disingkat NI, nilai subindikator disingkat NSI, dan jumlah bobot disingkat JB
maka rumus nilai akhir indikator dalam singkatan adalah sebagai berikut.
NI = BSI
x NSI
JB
Sesudah kita memahami cara menentukan nilai indikator
dengan dasar hasil penilaian subindikator, selanjutnya adalah menentukan nilai
komponen dengan dasar nilai indikator, dan nilai program dengan dasar nilai
komponen. Kalau dalam menghitung nilai akhir indikator kita menggunakan rumus
berdasarkan subindikator maka dalam menghitung nilai komponen menggunakan
indikator sebagai unsur. Adapun rumus nilai akhir komponen adalah sebagai
berikut.
Nilai
komponen = Jumlah bobot indikator x Nilai indikator
Jumlah bobot
Jika: nilai komponen disingkat NK, bobot indikator
disingkat BI, nilai indikator disingkat NI, dan jumlah bobot disingkat JB maka
rumus dalam singkatan adalah sebagai berikut:
N K = (BI
x NI)
JB
Bertitik tolak pada pengertian tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa:
1.
Tinggi
rendahnya kualitas suatu program sangat tergantung dari tinggi rendahnya
kualitas komponen.
2.
Tinggi
rendahnya kualitas komponen tergantung dari tinggi rendahnya kualitas
indikator.
3.
Tinggi
rendahnya kualitas indikator tergantung dari tinggi rendahnya kualitas
subindikator.
G. Kesimpulan
Evaluasi merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris, evaluation.
Menurut pengertian umum, “program” dapat diartikan sebagai “rencana”.
Sebuah program bukanlah hanya kegiatan tunggal yang dapat diselesaikan dalam
waktu singkat, tetapi merupakan kegiatan yang berkesinambungan karena
melaksanakan suatu kebijakan. Evaluasi program adalah langkah awal dal am
supervisi, yaitu mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan
pemberian pembinaan yang tepat pula. Evaluasi program itu sangat bermanfaat
terutama bagi pengambil keputusan karena dengan masukan hasil evaluasi program
itulah para pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut dari program yang
sedang atau telah dilaksanakan. Wujud dari has il evaluasi adalah sebuah
rekomendasi dad evaluator untuk pengambil keputusan (decision maker).
Ada dua macam tujuan evaluasi, yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan pada program secara keseluruhan, sedangkan
tujuan khusus diarahkan pada masing-masing komponen. Istilah “kriteria” dalam
pen ilaian sering juga dikenal dengan kata “tolok ukur” atau “standar”.
Evaluasi program perlu memiliki kriteria. Kriteria atau tolok ukur perlu dibuat
oleh evaluator karena evaluator terdiri dari beberapa orang yang memerlukan
kesepakatan di dalam menilai dan agar tidak terpengaruh oleh pendapat pribadi,
karena sudah dituntun oleh sebuah standar.
Ada dua macam tolok ukur, yaitu kuantitatif dan kualitatif.
Masing-masing jenis tolok ukur ada yang disusun dan digunakan tanpa
pertimbangan dan ada yang dengan pertimbangan. Keduanya tetap ilmiah karena
disusun berdasarkan penalaran yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
S. 2007. Eveluasi Program Pendidikan “Pedoman
Teoritis Bagi Praktisi Pendidikan”, Jakarta: Bumi Aksara.
Bloom,
B.S., et.al. 1971. Handbook on formative and summative evaluationofstudent
learning. New York: McGrow-Hill Book Company.
Sudijono, A., 1996. Pengantar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar