ramayanti.nesfi@gmail.com

Senin, Oktober 20, 2014

Konsep Evaluasi Program



A.    Pengertian Program dan Evaluasi Program
Ada tiga istilah yang digunakan dan disepakati pemakaiannya, sebelum disampaikan uraian lebih jauh tentang evaluasi program, yaitu “evaluasi” (evaluation), “pengukuran” (measurement), dan “penilaian” (assessment). Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa Inggris). Istilah “penilaian” merupakan kata benda dari “nilai”. Pengertian “pengukuran” mengacu pada kegiatan membandingkan sesuatu hal dengan satuan ukuran ter­tentu, sehingga sifatnya menjadi kuantitatif.
Dalam kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English (AS Hornby, 186) evaluasi adalah to find out, decide the amount or value yang artinya suatu upaya untuk menentukan nilai atau jumlah. kegiatan evaluasi harus dilakukan secara hati-hati, bertanggung jawab, menggunakan strategi dan dapat dipertanggungjawabkan.
Suchman (1961 dalam Anderson, 1975) evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Worthen dan Sanders (1973 dalam Anderson, 1971) bahwa evaluasi adalah kegiatan mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu; dalam mencari sesuatu tersebut, juga termasuk mencari informasi yang bermanfaat dalam menilai keberadaan suatu program, produksi, prosedur, serta alternatif strategi yang diajukan untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Stufflebeam (1971, dalam Fernandes 1984) evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan altematif keputusan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan.Sampai dengan kira-kira tahun 1974 masyarakat masih menganggap bahwa evaluasi pendidikan terbatas pengertiannya pada penilaian hasil belajar. Dasar pemikiran yang digunakan adalah bahwa pendidikan merupakan upaya mem­berikan satu perlakuan pembelajaran kepada peserta didik. Dapat diasumsikan bahwa di antara pembelajaran dengan hasil belajar merupakan hubungan lurus atau linier.

Hubungan linier antara pembelajaran dengan hasil belajar
Ada hal lain yang juga berpengaruh dan menentukan tinggi rendahnya prestasi belajar peserta didik, yaitu :
  1. Keadaan fisik dan psikis siswa, yang ditunjukkan oleh IQ (kecerdasan intelektual), EQ (kecerdasan emosi), kesehatan, motivasi, ketekunan, ketelitian, keuletan, dan minat.
  2. Guru yang mengajar dan membimbing siswa, seperti latar belakang penguasaan ilmu, kemampuan mengajar, perlakuan guru terhadap siswa.
  3. Sarana pendidikan, yaitu ruang tempat belajar, alat-alat belajar, media yang digunakan guru, dan buku sumber belajar.
Hubungan antara pembelajaran dengan hasil atau prestasi siswa bukan hanya bersifat garis lurus, tetapi bisa bercabang dari faktor-faktor lain. Misalnya, faktor siswa, guru dan sarana belajar yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Secara umum, “program” dapat diartikan sebagai “rencana” Jika seorang siswa ditanya oleh guru, apa programnya sesudah lulus dalam menyelesaikan pendidikan di sekolah yang diikuti maka arti “program” dalam kalimat tersebut adalah rencana atau rancangan kegiatan yang akan dilakukan setelah lulus. Dikaitkan dengan evaluasi program maka program didefinisikan sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.
Menurut Fernandes (1984), pemikiran secara serius tentang evaluasi program dimulai sekitar tahun delapan puluhan. Sejak tahun 1979-an telah terjadi perkembangan sehubungan dengan konsep-konsep yang berkenaan dengan evaluasi program, sebagai contoh teori yang dikemukakan oleh Cronbach (1982 dalam Fernandes 1984) tentang pentingnya sebuah rancangan dalam kegiatan evaluasi program.
Ralph Tyler, yang mengatakan bahwa evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah dapat terealisasikan (Tyler, 1950). Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) mengemukakan bahwa evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. The Standford Evaluation Consortium Group menegaskan bahwa meskipun evaluator menyediakan informasi, evaluator bukanlah pengambil keputusan tentang suatu program (Cronbach, 1982).
Ronal G. Schnee (1977 dalam Gilbert Sax, 1975) mengatakan bahwa karena alasan politik dan sosial evaluator program sering dihadapkan pada sebuah dilema pertimbangan etis. Dari hasil penelitiannya Schnee menyimpulkan adanya sebelas isu, yaitu
1.      Otonomi, Isu ini terkait dengan sikap personel yang terlibat dalam program, misalnya guru dan kepala sekolah.
2.      Hubungan dengan klien, Isu ini menyangkut evaluator ketika melaksanakan evaluasi harus bekerja sama dengan klien, yaitu orang-orang yang ada di dalam program.
3.      Kenyataan politik dan konteks sosial, Dalam mengevaluasi program evaluator tidak boleh mengabaikan kejadian politik dan sosial, agar hasil kerja evaluasi dapat bermanfaat.
4.      Nilai yang dimiliki evaluator, Dalam melaksanakan evaluasi tidak mungkin evaluator dapat melepaskan diri dari nilai-nilai yang dianut dan dijadikan pedoman hidupnya.
5.      Pemilihan rancangan dan metodologi, Untuk memperoleh hasil yang maksimal dari kerja evaluasi, seyogianya evaluator dapat mempertimbangkan berbagai unsur dan mengadakan kompromi.
6.      Memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menelaah (review) rancangan, Alasan untuk mengadakan tilik ulang adalah mengurangi adanya bias dan pemborosan.
7.      Kejujuran mengakui keterbatasan dan hambatan, Laporan evaluasi harus mencantumkan penjelasan tentang hal-hal yang dihadapi evaluator sebagai akibat adanya keterbatasan dan hambatan.
8.      Hasil negatif, Evaluator perlu menyertakan hasil negatif agar data yang dilaporkan lengkap dan berguna untuk meningkatkan program.
9.      Penyebaran hasil, Mengingat tujuan evaluasi program adalah mengumpulkan informasi bagi tindak lanjut program maka hasil evaluasi sangat perlu untuk disebarluaskan.
10.  Perlindungan dari pelanggaran, Program merupakan hasil kebijakan yang diatur oleh peraturan. Oleh karena itu, evaluasi tidak boleh melanggar hal yang dilindungi.
11.  Penolakan terhadap kontrak, Meskipun evaluasi ini penting namun pelaksana program berhak menolak evaluator dengan alasan yang tepat.
B.     Komponen dan Indikator Program
Program merupakan sistem. dengan begitu, program terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan dan saling menunjang dalam rangka mencapai suatu tujuan. Komponen program adalah bagian-bagian program yang saling terkait dan merupakan faktor-faktor penentu keberhasilan program. komponen-komponen program dapat dipandang sebagai bagian sistem dan dikenal dengan istilah “subsistem”.
Sebuah sistem, subsistem yang ada saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Sistem itu sendiri berada di dalam sebuah naungan yang lebih besar yang dikenal dengan istilah “suprasistem”. Dalam suprasistem, sistem-sistem yang ada di bawah naungannya saling berkaitan dan bekerja sama menuju pencapaian tujuan suprasistem dimaksud. Sebagai contoh kaitan antara suprasistem, sistem, dan subsistem dalam dunia pendidikan adalah Departemen Pendidikan Nasional, sekolah, dan pembelajaran di kelas.
Evaluasi hasil belajar merupakan salah satu di antara beberapa komponen program pembelajaran. Dengan bertitik tolak pada komponen tersebut maka evaluasi basil belajar hanya merupakan bagian dari evaluasi program pem­belajaran.
Indikator berasal dari kata dasar bahasa Inggris to indicate, artinya menunjukkan. Dengan demikian maka indikator berarti alat penunjuk atau “sesuatu yang menunjukkan kualitas sesuatu”. Maka nilai prestasi belajar merupakan indikator dari kualitas kecerdasan.
Evaluasi program adalah upaya untuk mengetahui efektivitas komponen program dalam mendukung pencapaian tujuan program. Untuk mengetahui seberapa jauh dan bagian mana dari tujuan yang sudah tercapai, dan bagian mana yang belum tercapai serta apa penyebabnya, perlu adanya evaluasi program. Tanpa ada evaluasi, keberhasilan dan kegagalan program tidak dapat diketahui. Evaluasi program adalah upaya untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan suatu kebijakan secara cermat dengan cara mengetahui efektivitas masing-masing komponennya.
C.    Manfaat Evaluasi Program
Dalam organisasi pendidikan, evaluasi program dapat disamaartikan dengan kegiatan supervisi. Secara singkat, supervisi diartikan sebagai upaya mengadakan peninjauan untuk memberikan pembinaan maka evaluasi program adalah langkah awal dalam supervisi, yaitu mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pembinaan yang tepat pula.
Jika supervisi di lembaga pendidikan dilakukan dengan objek buku-buku dan pekerjaan clerical work maka evaluasi program dilakukan dengan objek lembaga pendidikan secara keseluruhan. Kebijakan supervisi yang berlangsung saat ini dapat dikatakan sama dengan evaluasi program, tetapi sasarannya ditekankan pada kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan pengertian tadi, supervisi sekolah yang diartikan sebagai evaluasi program, dapat disamaartikan dengan validasi lembaga dan akreditasi. Evaluasi program merupakan langkah awal dari proses akreditasi dan validasi lembaga. Evaluasi program pendidikan tidak lain adalah supervisi pendidikan dalam pengertian khusus, tertuju pada lembaga secara keseluruhan.
Kegiatan evaluasi sangat berguna bagi pengambilan keputusan dan kebijakan lanjutan dari program, karena dari masukan hasil evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan menentukan tidak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan. Wujud dari basil evaluasi adalah sebuah rekomendasi dari evaluator untuk pengambil keputusan (decision maker). Ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil dalam pelaksanaan sebuah program keputusan, yaitu:
  1. Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan.
  2. Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan harapan (terdapat kesalahan tetapi hanya sedikit).
  3. Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat.
  4. Menyebarluaskan program (melaksanakan program di tempat-tempat lain atau mengulangi lagi program di lain waktu), karena program tersebut berhasil dengan balk maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan waktu yang lain.
D.    Evaluator Program
Untuk dapat menjadi evaluator, seseorang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. Mampu melaksanakan, persyaratan pertama yang harus dipenuhi oleh evaluator adalah bahwa mereka harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan evaluasi yang didukung oleh teori dan keterampilan praktik.
  2. Cermat, dapat melihat celah-celah dan detail dari program serta bagian program yang akan dievaluasi.
  3. Objektif, tidak mudah dipengaruhi oleh keinginan pribadi, agar dapat mengumpulkan data sesuai dengan keadaannya, selanjutnya dapat mengambil kesimpulan sebagaimana diatur oleh ketentuan yang harus diikuti.
  4. Sabar dan tekun, agar di dalam melaksanakan tugas dimulai dari membuat rancangan kegiatan dalam bentuk menyusun proposal, menyusun instrumen, mengumpulkan data, dan menyusun laporan, tidak gegabah dan tergesa­gesa.
  5. Hati-hati dan bertanggung jawab, yaitu melakukan pekerjaan evaluasi dengan penuh pertimbangan, namun apabila masih ada kekeliruan yang diperbuat, berani menanggung risiko atas segala kesalahannya.
 Ada dua kemungkinan asal (dari mana) orang untuk dapat menjadi evaluator program ditinjau dari program yang akan dievaluasi. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Evaluator dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu:
1.      Evaluator Dalam (Internal Evaluator)
Evaluator dalam adalah petugas evaluasi program yang sekaligus merupakan salah seorang dari petugas atau anggota pelaksana program yang dievaluasi. Adapun kelebihan dan kekurangan dari evaluator dalam, yaitu:
Kelebihan:
1)      Evaluator memahami betul program yang akan dievaluasi sehingga kekhawatiran untuk tidak atau kurang tepatnya sasaran tidak perlu ada. Dengan kata lain, evaluasi tepat pada sasaran.
2)      Karena evaluator adalah orang dalam, pengambil keputusan tidak perlu banyak mengeluarkan dana untuk membayar petugas evaluasi.
Kekurangan:
1)      Adanya unsur subjektivitas dari evaluator, sehingga berusaha menyampaikan aspek positif dari program yang dievaluasi dan menginginkan agar kebijakan tersebut dapat diimplementasikan dengan baik pula. Dengan kata lain, evaluator internal dapat dikhawatirkan akan bertindak subjektif.
2)      Karena sudah memahami seluk-beluk program, jika evaluator yang ditunjuk kurang sabar, kegiatan evaluasi akan dilaksanakan dengan tergesa-gesa sehingga kurang cermat.
2.      Evaluator Luar (External Evaluator)
Yang dimaksud dengan evaluator luar adalah orang-orang yang tidak terkait dengan kebijakan dan implementasi program. Mereka berada di luar dan diminta oleh pengambil keputusan untuk mengevaluasi keberhasilan program atau keterlaksanaan kebijakan yang sudah diputuskan. Tim evaluator luar ini biasa dikenal dengan nama tim bebas atau independent team.
Kelebihan:
1)      Oleh karena tidak berkepentingan atas keberhasilan program maka evaluator luar dapat bertindak secara objektif selama melaksanakan evaluasi dan mengambil kesimpulan.
2)      Seorang ahli yang dibayar, biasanya akan mempertahankan kredibilitas kemampuannya. Dengan begitu, evaluator akan bekerja secara serius dan hati-hati.
 Kekurangan:
1)      Evaluator luar adalah orang baru, yang sebelumnya tidak mengenal kebijakan tentang program yang akan dievaluasi. Mereka berusaha mengenal dan mempelajari seluk-beluk program tersebut setelah mendapat permintaan untuk mengevaluasi. Mungkin sekali pada waktu mendapat penjelasan atau mempelajari isi kebijakan, ada hal-hal yang kurang jelas. Hal itu wajar karena evaluator tidak ikut dalam proses kegiatannya. Dampak dari ketidakjelasan pemahaman tersebut memungkinkan kesimpulan yang diambil kurang tepat.
2)      Pemborosan, pengambil keputusan harus mengeluarkan dana yang cukup banyak untuk membayar evaluator bebas.
E.     Tujuan dan Sasaran Evaluasi Program
Pada kajian lalu sudah disimpulkan bahwa program adalah sebuah kegiatan sebagai implementasi kebijakan. Setiap kegiatan tentu mempunyai tujuan, demikian juga dengan evaluasi program.
1.      Kaitan antara Tujuan Program dengan Tujuan Evaluasi Program
Secara singkat evaluasi program merupakan upaya untuk mengukur ketercapaian program, yaitu mengukur sejauh mana sebuah kebijakan dapat terimplementasikan.
Berikut ini beberapa contoh kegiatan sederhana yang merupakan program dan yang bukan program.
a.       Kegiatan membaca, Tujuan kegiatan ini adalah untuk menangkap isi bacaan. Sedangkan tujuan evaluasi kegiatan adalah untuk mengetahui apakah pembaca dapat menangkap isi bacaan yang dibaca.
b.      Program seminar, Tujuan program ini adalah untuk membahas sesuatu topik di dalam forum peserta seminar. Sedangkan tujuan evaluasi program ini adalah untuk mengetahui (melalui pengumpulan data) apakah topik yang diajukan dalam seminar sempat dibahas, dan apakah peserta seminar mempunyai kesempatan untuk membahas topik yang diajukan dalam forum seminar.
c.       Program usaha kesehatan sekolah (UKS), Tujuan program ini adalah untuk mengatasi masalah kesehatan siswa dan personel lain di sekolah yang bersangkutan. Sedangkan tujuan evaluasi programnya adalah untuk mengumpulkan informasi tentang tertanganinya masalah kesehatan di sekolah, antara lain untuk mengetahui apakah Iayanan yang diberikan oleh UKS memuaskan bagi Para siswa dan personel sekolah lainnya.
Dari ketiga contoh di atas, dapat ditentukan mana kegiatan yang merupakan penelitian dan mana yang penelitian tetapi juga sekaligus evaluasi program. Evaluasi program dilakukan dengan cara yang sama dengan penelitian. Jadi, evaluasi program adalah penelitian yang mempunyai ciri khusus, yaitu melihat keterlaksanaan program sebagai realisasi kebijakan, untuk menentukan tindak lanjut dari program dimaksud.
Keduanya dimulai dari menentukan sasaran (variabel), membuat kisi-kisi, menyusun instrumen, mengumpulkan data, analisis data, dan mengambil kesimpulan. Yang membedakan adalah langkah akhirnya. Jika kesimpulan penelitian diikuti dengan saran maka evaluasi program selalu harus mengarah pada pengambilan keputusan, sehingga harus diakhiri dengan rekomendasi kepada pengambil keputusan.  
Ada dua macam tujuan evaluasi, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan pada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan pada masing-masing komponen. Agar dapat melakukan tugasnya maka seorang evaluator program dituntut untuk mampu mengenali komponen­komponen program.
Untuk mempermudah mengidentifikasi tujuan evaluasi program, kita harus memperhatikan unsur-unsur dalam kegiatan atau penggarapannya. Ada tiga unsur penting di dalam kegiatan atau penggarapan suatu kegiatan, yaitu:
a.       what = apa yang digarap,
b.      who = siapa yang menggarap, dan
c.       how = bagaimana menggarapnya.
2.       Sasaran Evaluasi Program
Untuk menentukan sasaran evaluasi, evaluator perlu mengenali program dengan baik, terutama komponen-komponennya. Karena yang menjadi sasaran evaluasi bukan program secara keseluruhan tetapi komponen atau bagian program.
Tujuan umum harus dijabarkan menjadi tujuan khusus maka sasaran evaluator diarahkan pada komponen agar pengamatannya dapat lebih cermat dan data yang dikumpulkan lebih lengkap. Untuk itulah maka evaluator harus memiliki kemampuan mengidentifikasi komponen program yang akan dievaluasi.
F.     Kriteria Evaluasi Program
1. Pengertian Kriteria
Istilah “kriteria” dalam penilaian sering juga dikenal dengan kata “tolok ukur” atau “standar”. Dari nama-nama yang digunakan tersebut dapat segera dipahami bahwa kriteria, tolok ukur, atau standar, adalah sesuatu yang digunakan sebagai patokan atau batas minimal untuk sesuatu yang diukur.


2. Mengapa Perlu Ada Kriteria?
Kriteria atau tolok ukur perlu dibuat oleh evaluator karena evaluator terdiri dari beberapa orang yang memerlukan kesepakatan di dalam menilai. Selain alasan sederhana tersebut, ada beberapa alasan lain yang lebih luas dan dapat lebih dipertanggungjawabkan, yaitu
a.       Evaluator dapat lebih mantap dalam melakukan penilaian terhadap objek yang akan dinilai karena ada patokan yang diikuti.
  1. Dapat digunakan untuk menjawab atau mempertanggungjawabkan hasil penilaian yang sudah dilakukan, jika ada orang yang ingin menelusuri lebih jauh atau ingin mengkaji ulang.
  2. Untuk mengekang masuknya unsur subjektif yang ada pada diri penilai. Dengan adanya kriteria maka dalam melakukan evaluasi, evaluator dituntun oleh kriteria, mengikuti butir demi butir, tidak mendasarkan diri atas pendapat pribadi (yang mungkin sekali “dikotori” oleh seleranya).
  3. Hasil evaluasi akan sama meskipun dilakukan dalam waktu yang berbeda dan dalam kondisi fisik penilai yang berbeda pula. Misalnya penilai sedang dalam kondisi badan yang masih segar atau dalam keadaan lelah hasilnya akan sama.
  4. Memberikan arahan kepada evaluator apabila banyaknya evaluator lebih dari satu orang. Kriteria atau tolok ukur yang balk akan ditafsirkan sama oleh siapa saja yang menggunakannya.
3. Apa Dasar Pembuatan Kriteria?
Kriteria atau tolok ukur sebaiknya dibuat bersama, dan sebaiknya dibuat oleh orang-orang yang akan menggunakannya, yaitu calon evaluator, dengan maksud agar pada waktu menerapkannya tidak ada masalah karena mereka sudah memahami, bahkan tahu apa yang melatarbelakanginya.


a.      Sumber Pertama
Apabila yang dievaluasi merupakan suatu implementasi kebijakan maka yang dijadikan sebagai kriteria atau tolok ukur adalah peraturan atau ketentuan yang sudah dikeluarkan berkenaan dengan kebijakan yang bersangkutan. Apabila penentu kebijakan tidak mengeluarkan ketentuan secara khusus maka penyusun kriteria menggunakan ketentuan yang pernah berlaku umum yang sudah dikeluarkan oleh pengambil kebijakan terdahulu dan belum pernah dicabut masa berlakunya.
b.      Sumber Kedua
Dalam mengeluarkan kebijakan biasanya disertai dengan buku pedoman atau petunjuk pelaksanaan (juklak). Di dalam juklak tertuang informasi yang lengkap, antara lain dasar pertimbangan dikeluarkannya kebijakan, prinsip, tujuan, sasaran, dan rambu-rambu pelaksanaannya. Butir-butir yang tertera di dalamnya, terutama dalam tujuan kebijakan, mencerminkan harapan dari kebijakan. Oleh karena itu, pedoman atau petunjuk pelaksanaan itulah yang distatuskan sebagai sumber kriteria.
c.       Sumber Ketiga
Apabila tidak ada ketentuan atau petunjuk pelaksanaan yang dapat digunakan oleh penyusun sebagai sumber kriteria maka penyusun menggunakan konsep atau teori-teori yang terdapat dalam buku-buku ilmiah.
d.      Sumber Keempat
Jika tidak ada ketentuan, peraturan atau petunjuk pelaksanaan, dan juga tidak ada teori yang diacu, penyusun disarankan untuk menggunakan hasil penelitian. Dalam hal ini sebaiknya tidak langsung mengacu pada hasil penelitian yang Baru saja diselesaikan seorang peneliti (apalagi peneliti pemula), tetapi disarankan sekurang-kurangnya hasil penelitian yang sudah dipublikasikan atau diseminarkan. Jika ada, yang sudah disajikan kepada orang banyak, yaitu disimpan di perpustakaan umum.
e.       Sumber Kelima
Apabila penyusun tidak menemukan acuan yang tertulis dan mantap, dapat minta bantuan pertimbangan kepada orang yang dipandang mempunyai kelebihan dalam bidang yang sedang dievaluasi sehingga terjadi langkah yang dikenal dengan expert judgment.
f.        Sumber Keenam
Apabila sumber acuan tidak ada, sedangkan ahli yang dapat diandalkan sebagai orang yang lebih memahami masalah dibanding penyusun juga sukar dicari atau dihubungi maka penyusun dapat menentukan kriteria secara bersama dengan anggota tim atau beberapa orang yang mempunyai wawasan tentang program yang akan dievaluasi. Perbedaan cara ini dengan expert judgment adalah bahwa seorang expert tentunya memiliki keahlian yang menonjol, sedangkan kelompok yang diundang dalam diskusi ini tidak harus yang sangat mempunyai kemampuan lebih. Kriteria atau tolok ukur yang tersusun dari diskusi ini merupakan hasil kesepakatan kelompok.
g.      Sumber Ketujuh
Dalam keadaan yang sangat terpaksa karena acuan tidak ada, ahli juga tidak ada, sedangkan untuk menyelenggarakan diskusi terlalu sulit makajalan terakhir adalah melakukan pemikiran sendiri. Dalam keterpaksaan seperti ini penyusun kriteria atau tolok ukur hanya mengandalkan akal atau nalar penyusun sendiri sebagai dasar untuk menyusun kriteria yang akan digunakan dalam mengevaluasi program. Jika ternyata sesudah digunakan dalam mengevaluasi masih menjumpai kesulitan, penyusun harus meninjau kembali dan wajib memperbaikinya berkali-kali sampai mencapai suatu rumusan yang sesuai dengan kondisi yang diinginkan.
 4.  Cara Menyusun Kriteria
Secara garis besar ada dua macam kriteria, yaitu kriteria kuantitatif dan kriteria kualitatif.
a.      Kriteria Kuantitatif
Kriteria kuantitatif sendiri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) kriteria tanpa pertimbangan dan (2) kriteria dengan pertimbangan.
1)      Kriteria kuantitatif tanpa pertimbangan
Kriteria yang disusun hanya dengan memperhatikan rentangan bilangan tanpa mempertimbangkan apa-apa dilakukan dengan membagi rentangan bilangan.
Contoh:
Kondisi maksimal yang diharapkan untuk prestasi belajar diperhitungkan 100%. Jika penyusun menggunakan lima kategori nilai maka antara 1% dengan 100% dibagi rata sehingga menghasilkan kategori sebagai berikut.
a)      Nilai 5 (Baik Sekali), jika mencapai 81 — 100%
b)      Nilai 4 (Baik), jika mencapai 61 — 80%
c)      Nilai 3 (Cukup), jika mencapai 41 — 60%
d)     Nilai 2 (Kurang), jika mencapai 21- 40%
e)      Nilai 1 (Kurang Sekali), jika mencapai < 21%
2)      Kriteria kuantitatif dengan pertimbangan
Ada kalanya beberapa hal kurang tepat jika kriteria kuantitaf dikategorikan dengan membagi begitu solo rentangan yang ada menjadi rentangan sama rata. Bagaimana menentukan nilai untuk masing-masing huruf mengacu pada peraturan akademik berdasarkan besarnya persentase pencapaian tujuan belajar sebagai berikut:
a)       Nilai A : rentangan 80 — 100%
b)       Nilai B : rentangan 66 — 79%
c)       Nilai C : rentangan 56 — 65%
d)       Nilai D : rentangan 40 — 55%
e)       Nilai E : kurang dari 40%.
b.      Kriteria Kualitatif
Yang dimaksud dengan kriteria kualitatif adalah kriteria yang dibuat tidak menggunakan angka-angka. Hal-hal yang dipertimbangkan dalam menentukan kriteria kualitatif adalah indikator dan yang dikenai kriteria adalah komponen.
1)      Kriteria kualitatif tanpa pertimbangan
Dalam menyusun kriteria kualitatif tanpa pertimbangan, penyusun kriteria tinggal menghitung banyaknya indikator dalam komponen, yang dapat memenuhi persyaratan.
2)      Kriteria kualitatif dengan pertimbangan
Kriteria kualitatif dengan pertimbangan disusun melalui dua cara, yaitu 1) dengan mengurutkan indikator dan 2) dengan menggunakan pem­bobotan.
a.      Kriteria kualitatif dengan pertimbangan mengurutkan indikator
Jika penyusun memilih kriteria kualitatif dengan pertimbangan mengurutkan indikator dengan urutan prioritas maka dihasilkan kriteria kualitatif dengan pertimbangan sebagai berikut:
a)      Nilai 5, jika memenuhi semua indikator.
b)      Nilai 4, jika memenuhi (b), (c), dan (d) atau (a).
c)      Nilai 3, jika memenuhi salah satu dari (b) atau (c) saja, dan salah satu dari (d) atau (a).
d)     Nilai 2, jika memenuhi salah satu dari empat indikator.
e)      Nilai I, jika tidak ada satu pun indikator yang memenuhi.
b.       Kriteria kualitatif dengan pertimbangan pembobotan
Jika dalam menentukan kriteria dengan perimbangan indikator, nilai dari tiap-tiap indikator tidak sama, kemudian letak, kedudukan, dan pemenuhan persyaratannya dibedakan dengan menentukan urutan, dalam pertimbangan pembobotan indikator-indikator yang ada diberi nilai dengan bobot berbeda.
Penentuan peranan subindikator dalam mendukung nilai indikator harus disertai dengan alasan-alasan yang tepat. Cara memperoleh nilai akhir indikator adalah:
1)      Mengalikan nilai masing-masing subindikator dengan bobotnya;
2)      Membagi jumlah nilai subindikator dengan jumlah bobot.
3)      Nilai Indikator = Jml.bobot subindikator x nilai subindikator
Jumlah bobot
Jika bobot subindikator disingkat BSI, nilai indikator disingkat NI, nilai subindikator disingkat NSI, dan jumlah bobot disingkat JB maka rumus nilai akhir indikator dalam singkatan adalah sebagai berikut.
NI = BSI x NSI
   JB
Sesudah kita memahami cara menentukan nilai indikator dengan dasar hasil penilaian subindikator, selanjutnya adalah menentukan nilai komponen dengan dasar nilai indikator, dan nilai program dengan dasar nilai komponen. Kalau dalam menghitung nilai akhir indikator kita menggunakan rumus berdasarkan subindikator maka dalam menghitung nilai komponen menggunakan indikator sebagai unsur. Adapun rumus nilai akhir komponen adalah sebagai berikut.
Nilai komponen = Jumlah bobot indikator x Nilai indikator
Jumlah bobot
Jika: nilai komponen disingkat NK, bobot indikator disingkat BI, nilai indikator disingkat NI, dan jumlah bobot disingkat JB maka rumus dalam singkatan adalah sebagai berikut:
N K = (BI x NI)
                 JB
Bertitik tolak pada pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Tinggi rendahnya kualitas suatu program sangat tergantung dari tinggi rendahnya kualitas komponen.
2.      Tinggi rendahnya kualitas komponen tergantung dari tinggi rendahnya kualitas indikator.
3.      Tinggi rendahnya kualitas indikator tergantung dari tinggi rendahnya kualitas subindikator.
G.    Kesimpulan
Evaluasi merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris, evaluation. Menurut pengertian umum, “program” dapat diartikan sebagai “rencana”. Sebuah program bukanlah hanya kegiatan tunggal yang dapat diselesaikan dalam waktu singkat, tetapi merupakan kegiatan yang berkesinambungan karena melaksanakan suatu kebijakan. Evaluasi program adalah langkah awal dal am supervisi, yaitu mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pembinaan yang tepat pula. Evaluasi program itu sangat bermanfaat terutama bagi pengambil keputusan karena dengan masukan hasil evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan. Wujud dari has il evaluasi adalah sebuah rekomendasi dad evaluator untuk pengambil keputusan (decision maker).
Ada dua macam tujuan evaluasi, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan pada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan pada masing-masing komponen. Istilah “kriteria” dalam pen ilaian sering juga dikenal dengan kata “tolok ukur” atau “standar”. Evaluasi program perlu memiliki kriteria. Kriteria atau tolok ukur perlu dibuat oleh evaluator karena evaluator terdiri dari beberapa orang yang memerlukan kesepakatan di dalam menilai dan agar tidak terpengaruh oleh pendapat pribadi, karena sudah dituntun oleh sebuah standar.
Ada dua macam tolok ukur, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Masing-masing jenis tolok ukur ada yang disusun dan digunakan tanpa pertimbangan dan ada yang dengan pertimbangan. Keduanya tetap ilmiah karena disusun berdasarkan penalaran yang benar.




DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2007. Eveluasi Program Pendidikan “Pedoman Teoritis Bagi Praktisi Pendidikan”, Jakarta: Bumi Aksara.
Bloom, B.S., et.al. 1971. Handbook on formative and summative evaluationofstudent learning. New York: McGrow-Hill Book Company.
Sudijono, A., 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar